Selasa, 19 Oktober 2010

"NINGRUM dan BAGUS"

Tatapan tajam laki-laki itu sangant dikenalnya. Pagi itu Ningrum menjemput kekasihnya yang baru saja dating dari Makasar. Senyum terkembang dalam bibir mungilnya. Betapa lamanya ia tak bertemu dengan tambatan hatinya itu. “
Apa kabar? Kamu terlihat segar” kata Bagus. Tak terlalu banyak kata yang terucap dari bibir keduanya. Kerinduan yang tak bias diucapkan dengan kata-kata, keraguan yang selalu ada dalam benak laki-laki yang sedang bersamanya. Lima tahun lamanya mereka menjalin kasih, dalam suka dan duka yang pernah mereka lewati. Tak pernah membuat hati Bagus yakin akan Ningrum. Bukan karena Ningrum tak baik, bukan karena Ningrum tak memahaminya. Satu kata USIA. Ningrum setahun dilahirkan lebih dahulu daripada Bagus. Namun sampai akhirnya Ningrum berpikir, ia takkan bisa dalam situasi ini. Diantara cinta dan ketidakyakinan Bagus kepadanya. Di kala senja itu, setelah mereka melepas kerinduannya, Ningrum memberanikan diri, dengan penuh linangan air mata ia berkata “ Aku mencintaimu, kamu tau itu. Tapi aku tidak bisa lagi melihat keterpaksaanmu kekasihku, aku tau yang menjadi kegalauanmu. Namun sayang, aku tak bisa merubah waktu agar aku dilahirkan setelahmu, sehingga kau menjadi yakin kepadaku. Aku akan belajar untuk ikhlas. Jika memang benar itu adanya katakana kamu tidak mencintaiku? Dan aku akan pergi dari hidupmu?” Bagus menatapnya dengan pandangan kosong, meskipun dia tau mengapa….

Senin, 27 September 2010

"GOD I HAVE U"

Sudah menjadi sebuah sifat dasar manusia yang tidak pernah memiliki rasa puas dalam hidup. Itu bukanlah sesuatu hal yang buruk. Rasa ketidakpuasan akan sesuatu memacu seseorang untuk meraih sesuatu yang lebih baik dalam hidupnya. Namun tidak jarang juga kita mendengar ada seseorang yang berkeluh kesah mengenai pekerjaannya, profesinya, betapa sulitnya yang mereka hadapi. Berkeluh kesah dan meyesali bukanlah sesuatu untuk dibanggakan bukan. Alangkah bermaknanya semua itu jika kita bisa melihatnya sebagai suatu proses dalam hidup kita. Ketika kita paling merasa menderita dalam pekerjaan kita, ketika kita paling merasa paling teraniaya, ketika kita merasa semua belum berpihak kepada kita. Pernahkah kita berpikir, diluar sana banyak orang yang menjadi pengangguran, banyak orang tidak memiliki apa yang kita miliki. Bayangkan ketika awal dulu kita mencari pekerjaan kesana-kesini, alangkah konyolnya kalau saat ini kita hanya bisa mengeluh dan menyesali apa yang terjadi. Disaat kita sudah memiliki suatu pekerjaan, apapun itu jalani dengan ikhlas dan bersungguh-sungguh. Tuhan tidak pernah tidur. Jangan lupa saat kita berada dalam situasi yang terpuruk, Just say " Ohhh GOD I Have U" :)

Senin, 06 April 2009

Sex now ...

"Sex Bebas dan Budaya di Indonesia"

Semakin banyak orang di Indonesia yang melakukan hubungan sex di luar nikah kini. Hal ini dari hari ke hari semakin dianggap biasa oleh masyarakat kita. Hamil diluar nikah, bahkan aborsi bukanlah sesuatu yang aneh. Bahkan tragisnya sudah membumi. Tidak sedikit masyarakt kita yang bersikap cuek dan tidak peduli pada fenomena semacam ini. Dimanakah kebudayaan timur bangsa ini yang dahulu dijunjung tinggi oleh orang-orangnya. Sebagian besar remaja Indonesia berpikiran bahwa gaya hidup bebas dan seks bebas adalah sebuah era modernisasi, dimana hal tersebut adalah hak asasi yg dimilki oleh manusia. Dan itu sudah merupakan kebutuhan hidup. Sungguh ironis memang. Tapi memang begitulah kenyataan di Lapangan.

Sebaliknya masyarakat luar negeri, menganggap gaya hidup demikian adalah suatu kemunduran dan kebobrokan. Sekarang ini, masyarakat Amerika contohnya, mereka ingin sekali menerpakan budaya timur dalam keseharian mereka. Sex bebas bagi sebagian mereka tak lagi dilakukan. Mereka berusaha untuk mempelajari dan mengaplikasikan budaya ketimuran dalan culture mereka kini. Sungguh berbalik dengan keadaan generasi bangsa kita saat ini.

Lalu dimanakah culture itu? Apakah masih berlaku?? Ada berbagai macam jawaban dan pandangan tentunya ….

Sabtu, 04 April 2009

Chayooo!!!

Life likes an incessant series of problem …

Hidup tanpa menghadapi masalah? Itu bukan hidup namanya. Hidup itu ya, sesuatu yang wow, menarik. Kita harus bersyukur kepada Tuhan, karena telah diberikan kesempatan untuk melihat indahnya dunia dan menjalani apa yang namanya hidup. Bagiku hidup itu seperti coklat kesukaanku, manis, pahit tapi nikmat. Semua yang terjadi semua yang dialami adalah sebuah proses yang membuat hidup menjadi colorfull. Cobaan, Penderitaan, Kegembiraan, Kebahagiaan, Kesedihan bahkan cinta.

Apa yang ada harus kita syukuri, ya kan? Berusaha dan berjuang. Semangat!!!

Senin, 30 Maret 2009

"Legal Test Kebaruan (Novelty) Dalam Desain Industri"

Legal Test Kebaruan (Novelty) Dalam Desain Industri

Oleh: Liona Isna Dewanti

Abstract

Novelty test becomes legal principle that needs attention in protection of industrial design. Only the newest design gets the rights. In fact, although industrial design has been registered on Directorate General of Intellectual Property Rights, it often happens that a claim relates to the legal test of novelty on industrial design. There are no clear parameters of novelty on Industrial Design in the Act Number 30 Year 2000. The following article examines the legal test of novelty on industrial design. Therefore, the question, what is the legal test of novelty on industrial design? Unclear parameter about novelty arising difficulties in deciding the new industrial design.

Pendahuluan

Sebagai bagian dari Hak Atas Kekayaan Intelektual, desain industri memiliki karakter yang eksklusif. Berdasarkan Undang-undang No. 31 Tahun 2000 hak atas desain industri diberikan negara kepada pendesain dalam jangka waktu tertentu.[1] Pendesain mempunyai hak untuk menggunakan desain industri tersebut untuk dirinya sendiri atau kepada pihak lain berdasarkan persetujuannya untuk periode waktu yang telah ditentukan. Dalam hal ini pendaftaran adalah syarat mutlak untuk terjadinya hak desain industri.[2] Tanpa pendaftaran, tidak akan ada hak atas desain industri, juga tidak ada perlindungan.

Perlindungan tidak diberikan kepada semua desain industri. Oleh karena itu, asas kebaruan menjadi prinsip hukum yang juga perlu mendapat perhatian dalam perlindungan hak atas desain industri ini. Hanya desain yang benar-benar baru, yang dapat diberikan hak. Nilai kebaruan dapat diukur melalui beberapa unsur seperti kombinasi dari desain yang sudah ada, ataupun desain yang memang berbeda dari yang sebelumnya.[3] Dalam hal ini, Undang-undang kita tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai apa yang menjadi ukuran kebaruan itu sendiri.

Definisi dan Ruang Lingkup Desain Industri

Perlindungan atas desain industri didasarkan pada konsep pemikiran bahwa lahirnya desain industri didasarkan pada konsep pemikiran bahwa lahirnya desain industri tidak terlepas dari kemampuan kreativitas cipta, rasa dan karsa yang dimiliki oleh manusia. Jadi ia merupakan produk intelektual manusia, produk peradaban manusia.[4]

Menurut David I. Brainbridge, desain adalah aspek dari gambaran suatu benda. Dalam Hak Atas Kekayaan Intelekrtual, desain bukanlah benda itu sendiri. Desain memiliki arti yang lebih sempit. Arti kata desain mengacu pada gambaran suatu bentuk atau gambar yang menunjukkan susunan suatu benda. Kemungkinan lain yang dapat terjadi adalah desain dengan pola dekoratif, tetapi dalam istilah hukumnya David I. Brainbridge menyatakan[5]:

“Design is definite based on the reference to the rules that is applied on the registered design or the right of design.”

Jeremy Philips and Alison Firth berpendapat bahwa desain mencakup segala aspek tentang bentuk atau konfigurasi baik internal maupun eksternal baik yang merupakan bagian maupun keseluruhan dari sebuah benda. Dekorasi permukaan dikesampingkan dan suatu desain harus spesifik.[6] Lebih jauh mereka memberikan pendapat:[7]

A design is not, therefore, a product or a means by which a product is made, it is the aesthetic feature which appeals to the eye and thus gives an attractive or distinctive quality to the goods to which it is applied. The meaning of ‘shape’, ‘configuration’, ‘pattern’ and ‘ornament’ are not defined by statute and could, it is submitted, have been left out of the definition of design without any loss meaning-unless there is a feature which, in the finished article, appeals to and is judged solely by the eye, and which is not a shape, configuration, pattern or ornament.”

Dengan demikian desain merupakan gambaran keindahan yang memberikan daya tarik atau kualitas khusus untuk barang-barang yang diterapkan.

Black’s Law Dictionary[8] mendefinisikan desain industri sebagai berikut:

“Desain industri adalah bentuk, konfigurasi, pola atau ornament yang digunakan dalam proses industri, dan sering digunakan sebagai penciri penampilan suatu produk.”

Dalam hukum positif Indonesia, desain industri diatur dalam UU No. 31 Tahun 2000. Pasal 1 ayat (1) UU No. 31 Tahun 2000 merumuskan desain industri sebagai berikut:

“Desain industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna , atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.,”

World Intellectual Property Organization (WIPO) memberikan definisi yang terperinci mengenai desain industri sebagai berikut:[9]

“Any composition of lines or colors or any three dimensional form, whether or not associated with lines or colors, is deemed to be an industrial design, provided that such composition or forms gives a special appearance to a product of industry or handycraft and can serve as a pattern for a product of industry or handicraft.”

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa desain industri meliputi pula pola untuk barang kerajinan, selain untuk barang industri.

Desain industri adalah “pola” yang digunakan dalam proses pembuatan barang baik secara komersial dan berulang-ulang. Karakter penggunaan berulang adalah suatu pembeda dari kreasi dalam hak cipta. Karakter yang lain sebuah desain industri adalah adanya hubungan dengan estetika, keamanan, dan kenyamanan dalam penggunaan suatu produk, sehingga mendukung dalam pemasarannya.[10]

Perlindungan desain industri berbeda dengan hak cipta. Dalam desain industri perlindungan desain industri diberikan pada produk yang baru atau original. Sebuah desain dinyatakan baru atau original apabila memiliki perbedaan dari desain yang sebelumnya atau modifikasi dari desain itu. Singkatnya, desain lebih menekankan pada segi estetisnya.

Sedangkan dalam paten, perlindungan hukum atas hak kekayaan intelektual diatur dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2001. Ada 3 (tiga persyaratan) agar suatu penemuan dapat dipatenkan[11]:

1. Kebaruan (novelty)

2. Dalam penemuan ini ada langkah insentif

3. Diterapkan dalam industri

Tidak semua desain industri yang dihasilkan oleh pendesain dapat dilindungi dengan hak. Hanya desain industri yang benar-benar baru yang mendapatkan hak eksklusif dari Negara.

Asas Perlindungan Desain Industri

Disamping berlakuya asas-asas (prinsip hukum) hukum benda terhadap hak atas desain industri, asas hukum yang mendasari hak ini adalah[12]:

  1. Asas publisitas
  2. Asas kemanunggalan (kesatuan)
  3. Asas kebaruan (Novelty)

Asas publisitas bermakna bahwa adanya hak tersebut didasarkan pada pengumuman atau publikasi di mana masyarakat umum dapat mengetahui keberadaan tersebut. Untuk itu hak atas desain industri itu diberikan oleh Negara setelah hak tersebut terdaftar dalam berita resmi Negara. Di sini perbedaan yang mendasar dengan hak cipta, yang menyangkut system pendaftaran deklaratif, sedangkan hak atas desain menganut sistem pendaftaran konstitutif, jadi ada persamaanya dengan paten.

Untuk pemenuhan asas publisitas inilah diperlukan ada pemeriksaan oleh badan yang menyelenggarakan pendaftaran.

Pemeriksaan terhadap permohonan hak atas desain industri mencakup dua hal sebagai berikut:

  1. pemeriksaan administratif
  2. pemeriksaan substantif

Tentang langkah-langkah pemeriksaan administratif, prosedur yang dilalui adalah sebagai berikut:

  1. Di Indonesia badan yang melakukan pemeriksaan terhadap permohonan hak atas desain industri adalah Direktorat Jenderal HAKI yang berada di bawah Department Hukum dan Hak Asasi Manusia.
  2. Apabila hak atas desain industri itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, agama, dan kesusilaan atau apabila ternyata terdapat kekurangan dalam pemenuhan persyaratan atau juga permohonan dianggap telah ditarik kembali maka Direktorat Jenderal akan menerbitkan keputusan penolakan atas permohonan hak tersebut.
  3. Pemohon atau kuasanya diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan atau keputusan penolakan atau anggapan penarikan kembali permohonan tersebut dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak tanggal diterimanya surat penolakan atau pemberitahuan penarikan kembali permohonan tersebut.
  4. Dalam hal pemohon tidak mengajukan keberatan, keputusan penolakan atau penarikan kembali oleh Direktorat Jenderal menjadi keputusan yang bersifat tetap.
  5. Terhadap keputusan penolakan atau penarikan kembali oleh Direktorat Jenderal, pemohon atau kuasanya dapat mengajukan gugatan melalu Pengadilan Niaga dengan tata cara sebagaimana diatur dalam UU No. 31 Tahun 2000.

Permohonan yang telah memenuhi persyaratan akan diumumkan oleh Direktorat Jenderal dengan cara menempatkannya pada sarana yang khusus untuk itu yang dapat dengan mudah serta jelas dilihat oleh masyarakat, paling lama 3 bulan terhitung sejak tanggal penerimaan.[13]

Pengumuman tersebut memuat:

  1. nama dan alamat lengkap pemohon
  2. nama dan alamat lengkap kuasa dalam hal permohonan diajukan melalui kuasa
  3. tanggal dan nomor penerimaan permohonan
  4. nama negara dan tanggal penerimaan permohonan yang pertama kali apabila permohonan diajukan dengan menggunakan hak prioritas
  5. judul desain industri
  6. gambar atau foto desain industri

Asas kemanunggalan bermakna bahwa hak atas desain industri tidak boleh dipisah-pisahkan dalam satu kesatuan yang utuh untuk satu komponen desain. Misalnya kalau desain itu berupa sepatu, maka harus sepatu yang utuh, tidak boleh hanya desain telapaknya saja, berbeda jika dimaksudkan desain itu hanya berupa telapak saja, maka hak yang dilindungi hanya telapaknya saja. Demikian pula bila desain itu berupa botol berikut tutupnya, maka yang dilindungi dapat berupa botol dan tutupnya berupa satu kesatuan. Konsekuensinya jika ada pendesain baru mengubah bentuk tutupnya, maka pendesain pertama tidak dapat mengklaim. Oleh karena itu, jika botol dan tutupnya dapat dipisahkan, maka tutup botol satu kesatuan dan botolnya satu kesatuan jadi ada dua desain industri.

Oleh karena itu, asas kebaruan menjadi prinsip hukum yang juga perlu mendapat perhatian dalam perlindungan hak atas desain industri ini. Hanya desain yang benar-benar baru yang mendapatkan hak. Ukuran atau kriteria kebaruan itu adalah apabila desain industri yang akan didaftarkan itu tidak memiliki kesamaan dengan industri yang telah ada sebelumnya. Dan kebaruan itu sendiri dapat diputuskan berdasarkan batasan wilayah, waktu penemuan dan pemberitahuan kepada masyarakat. Kebaruan disini berarti tidak pernah diketahui oleh orang lain sebelumnya.[14] Suatu nilai kebaruan dapat hilang apabila telah dipublikasikan, dengan berbagai macam cara dan dinegara manapun.

Legal Test Kebaruan Dalam Desain Industri

Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.

Berbeda dari paten, perlindungan hukum terhadap desain industri adalah atas faktor non-fungsional. Namun desain industri dapat memfasilitasi fungsi. Misalnya desain industri khusus kendaraan bermotor yang memperhatikan faktor aerodynamics.[15]

TRIPS juga mengatur persyaratan perlindungan desain industri. Negara-negara anggota mengatur tentang perlindungan terhadap “independently created industrial designs” atas kriteria baru atau orisinal. Jadi, terserah pada anggota masing-masing untuk memilih satu dari dua kriteria itu. Hanya diingatkan bahwa perlindungan itu tidak boleh mencakup “designs dictated essentially by technical or functional considerations”. Artinya secara esensial pertimbangan perlindungan terhadap desain tidak atas dasar teknis atau fungsional.[16]

Mengenai kriteria novelty, Pasal 25 TRIPs menyatakan bahwa negara anggota memiliki kebebasan untuk memilih antara kriteria kebaruan atau orisisnal. UU Desain Industri di Indonesia menganggap kriteria kebaruan lebih akurat. Dasar pertimbangan pemilihan kriteria kebaruan tersebut adalah karena penerapan kriteria orisinalitas memerlukan pemeriksaa yang lebih rumit, sedangkan pada saat dibentuknya UU Desain Industri ini, sumber daya untuk pemeriksaan persyaratan orisinalitas masih sangat terbatas.[17]

Pada dasarnya, hak atas desain industri diberikan kepada desain yang benar-benar baru. Itu artinya desain tersebut harus berbeda dari pengungkapan yang sebelumnya. Menurut pendapat Budi santoso penentuan “kebaruan” menimbulkan persoalan yang cukup serius. Hal tersebut disebabkan karena menurut Undang-Undang Desain di Indonesia, baru artinya sebelumnya tidak pernah ada desain yang selama ini diciptakan oleh anggota masyarakat dimintakan perilndungannya melalui hak cipta pada kantor HCPM (Ditjend HAKI) dan hal itu telah berlangsung lama sehingga telah banyak desain yang telah terdaftar dan mendapat perlindungan hak cipta.[18] Ranti Fuza Mayana berpendapat untuk menentukan unsur baru atau tidaknya suatu desain merupakan suatu hal yang sulit. Bahkan, persepsi baru bagi masyarakat industri belum tentu sama dengan persepsi baru menurut pendesain. Sebagai contoh dalam banyak kasus, masyarakat industri mengartikan “baru” apabila konfigurasi bentuk lahiriahnya tidak sama persis dengan apa yang ada. Masyarakat industri yang menganut strategi pasar reaktif akan menggunakan asas defensive-imitative second but better. Menurut paham ini selera pasar adalah fenomena social yang lahir karena perubahan spirit zaman. Contoh desain sepatu olahraga yang hampir mirip satu sama lain, muncul karena spirit “kecepatan” atau telepon selular yang enteng muncul karena kepraktisan.[19]

Muhammad Djumhana berpendapat bahwa perbaikan dari desain yang lama masih dapat diberikan hak desain baru karena didalamnya terdapat hal-hal yang baru sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknik baru. Misalnya perbaikan-perbaikan dari segi lingkungan, sosial, ekonomi, dan segi-segi lainnya. Perbaikan dimaksud dapat dilihat dari segi kemanfaatannya yang lebih meningkat, menghilangkan yang merugikan pemakaiannya, misalnya lebih aman, lebih hemat energi dan lain sebagainya. Hal demikian diperbolehkan karena adanya aktivitas, kita tahu secara dialektis desain terus berkembang berputar sebagai suatu siklus tersebut kemudian timbul hal-hal baru, yang seyogyanya dilindungi dengan hukum.[20]

Perbandingan suatu produk dalam desain industri meliputi dua parameter yang terpisah, yakni berdasar pengamatan orang awam dan berdasar parameter kebaruan itu sendiri. Keduanya harus dipenuhi untuk menemukan ada tidaknya suatu pelanggaran dalam desain industri.[21]

Dalam pengamatan orang awam, sebagai seorang pembeli terkadang dibingungkan oleh dua buah produk yang memiliki kemiripan satu sama lain.[22] Misalnya produk yang pertama sudah dipatenkan, sedangkan produk yang kedua belum. Karena harga produk yang kedua lebih murah, dan faktor kemiripan tersebut pembeli memilih produk yang kedua. Dengan kata lain, analisis terhadap pelanggaran hak paten memerlukan seorang pengamat ahli untuk menentukan apakah desain yang dipatenkan secara keseluruhan adalah pada hakekatnya sama di dalam penampilan desain produk tergugat. Dengan kata lain tidak terdapat suatu pelanggaran desain industri apabila keseluruhan desain suatu produk tidak sama. Namun dalam hal ini ditekankan bahwa analisa seorang awam dilakukan berdasar pengamatannya dirinya sendiri dan bukan berdasar pendapat para ahli.[23]

Parameter suatu kebaruan memerlukan suatu bukti yang menunjukkan bahwa nilai kebaruan dalam suatu produk sejenis dapat menjadi suatu nilai pembeda terhadap suatu desain produk yang telah dipatenkan sebelumnya dan memiliki pembeda bagi orang awam. Meskipun pengajuan desain industri terhadap nilai kebaruan suatu produk sesekali memunculkan hasil yang sama, itu adalah suatu kesalahan hukum untuk menguji berdasar kedua parameter tersebut, sebagai contoh adalah terdapat klaim atau tuntutan terhadap keseluruhan produk yang tidak didasarkan pada hal-hal yang baru.[24]

Berdasar parameter kebaruan, seorang pencari fakta harus menentukan apakah desain produk penggugat sesuai dengan point kebaruan yang dapat menjadi pembeda terhadap desain produk sebelumnya. Lebih jauh, publikasi desain yang sebelumnya dievaluasi untuk menentukan apakah pengembangan suatu desain dapat dengan mudah diakui. Selanjutnya, suatu penemuan dibandingkan dengan desain yang sudah ada sebelumnya untuk menentukan apakah penemuan yang baru tersebut mempunyai nilai keuntungan yang lebih daripada desain yang sudah ada sebelumnya. Dengan begitu, suatu pengujian selalu membandingkan desain produk lama dengan yang baru untuk mengevaluasi suatu keuntungan yang relatif.[25] Jadi nilai kebaruan berhubungan dengan adanya perbedaan desain produk yang sebelumnya, dan pada umumnya didasarkan kepada sejarah penuntutan desain tersebut.[26]

Untuk mengatakan adanya suatu pelanggaran terhadap desain paten, seorang penggugat harus dapat memberikan suatu bukti adanya persamaan penampilan produk lain dengan desain produk yang dimilikinya. Dengan kata lain, tuntutan terhadap nilai kebaruan suatu desain produk tidak dapat digunakan oleh penggugat apabila tidak terdapat suatu pelanggaran.

Selain kriteria kebaruan, desain industri dianggap baru apabila pada tanggal penerimaan, desain industri tersebut tidak sama dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya.[27] Pengungkapan sebelumnya adalah pengungkapan desain industri yang sebelum:

1. tanggal penerimaan; atau

2. tanggal prioritas apabila permohonan diajukan dengan Hak Prioritas;

3. telah diumumkan atau digunakan di Indonesia atau di luar Indonesia.

Sama halnya dengan paten, suatu desain paten hanya melindungi desain yang benar-benar baru.[28] Undang-Undang Desain Industri memutuskan Hak Atas Desain Industri akan diberikan kepada desain industri yang memiliki nilai kebaruan . Dianggap baru jika pada tanggal penerimaan, desain industri tersebut tidak sama dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya. Pengungkapan sebelumnya dapat diartikan yaitu pengungkapan desain industri yang sebelum tanggal penerimaan atau tanggal prioritas jika permohonan diajukan dengan hak prioritas, telah diumumkan atau digunakan di Indonesia atau di luar negeri.

Standar nilai kebaruan di Indonesia sama dengan standar kebaruan di Jepang. Suatu penemuan dapat dikatakan memiliki nilai kebaruan jika dapat dibuktikan bahwa penemuan tersebut adalah baru. Dengan kata lain tidak serupa dengan desain yang sudah ada sebelumnya prior art. Karena dalam Undang-Undang Paten, Jepang berdasar pada sistem first to file,[29] desain yang dimaksud sebelumya atau prior art adalah suatu desain yang lebih dulu terdaftar daripada tanggal penemuannya itu sendiri. .[30] Dalam hukum paten Jepang terdapat tiga macam prior art yakni: penemuan yang telah diketahui oleh khalayak ramai, penemuan yang telah digunakan oleh public dan penemuan yang telah dipublikasikan. Sedangkan Hukum Paten di Amerika berdasarkan pada sistem first to invent.[31] Baik di Jepang ataupun di Amerika, penemuan yang telah dipublikasikan di beberapa Negara diakui sebagai prior art. Dalam hukum paten Jepang, suatu penemuan yag telah diketahui dan digunakan bukan merupakan suatu prior art kecuali jika memang telah digunakan atau dikenal di Jepang. Penemuan yang ditolak permohonannya untuk dipatenkan karena tidak memiliki unsur kebaruan di Amerika karena dalam keadaan dijual tidak kehilangan unsur kebaruan dalam hukum paten Jepang kecuali penemuan itu bersifat rahasia bagi pemegangnya.

Dalam Hukum Paten Jepang suatu penemuan lama yang baru saja digunakan dipertimbangkan sebagai suatu penemuan yang sama dan memiliki korelasi dengan unsur kebaruan itu sendiri. Sedangkan dalan hukum paten Amerika, meski suatu penemuan baru saja digunakan, harus juga diteliti kembali dengan standar non-obviousness.

Tidak seperti parameter kebaruan yang hanya dilihat berdasarkan pengamatan orang biasa, legal test non-obviousness dinilai dari pengamatan seorang desainer.[32] Suatu desain yang akan dipatenkan mengandung unsur non-obviousness jika dinilai berdasarkan pengamatan seorang desainer, dan desain yang akan dipatenkan tidak berasal dari desain yang telah ada sebelumnya[33] Untuk mengukur perbedaan antara prior art atau desain yang memang sudah ada sebelumnya dengan desain yang baru haruslah dilihat secara keseluruhan.[34] Untuk non-obviousness, terdapat tambahan pertimbangan apakah suatu penemuan memiliki penampilan yang mngimplikasikan persamaan dengan produk lain.[35] Persyaratan non-obviousness mengharuskan adanya sesuatu yang membingungkan atau kerancuan antara desain produk yang lama dengan yang baru.[36]

Meskipun parameter kebaruan menjadi suatu keharusan dalam desain industri, kemiripan atau similaritas merupakan sesuatu yang mungkin terjadi. Terlebih dalam suasana di mana sarana produksi canggih serta perdagangan yang bebas sangat mendukung terjadinya kemiripan suatu produk. Menurut jenisnya bentuk-bentuk kemiripan tersebut oleh Ir. Arif Syamsudin, M. Si., dikategorikan terdiri dari[37]:

4. Barang identik, kreasi mirip;

5. Barang identik, kreasi berbeda;

6. Barang mirip, kreasi mirip;

7. Barang mirip, kreasi identik;

8. Barang berbeda, kreasi mirip.

Adanya kemiripan ini ternyata juga belum jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang desain industri. Jadi tidak ada ukuran yang jelas mengenai seberapa banyak persentase kesamaan antara kedua jenis produk sehingga dapat dikatakan melanggar hak desain industri orang lain. Terdapat beberapa konsep similarity yang berbeda atau secara substantial sama atau point yang menunjukkan ketentuan lain seperti pada merek atau hak cipta.[38]

Kasus desain yang berkaitan dengan kriteria kebaruan dapat dilihat dalam kasus[39] PT. Nobel Carpets sebagai pihak penggugat, yang mengajukan gugatan desain industri atas karpet dengan motif Pilar dan karpet dengan motif Masjid yang didaftarkan PT. Universal Carpets and Rugs sebagai pihak tergugat.

Dasar gugatan PT. Nobel Carpets atau penggugat adalah desain industri atas karpet dengan motif Pilar dan Masjid yang keduanya didaftarkan atas nama PT. Universal Carpets and Rugs adalah tidak baru pada saat diterimanya permohonan pendaftarannya, masing-masing pada tanggal 4 Juli 2003 dan 8 Juli 2003, karena sama dengan desain industri karpet dengan motif Pilar dan motif Masjid yang telah digunakan di Indonesia oleh Penggugat atau PT. Nobel Carpets sejak tahun 1995.

Tuntutan Penggugat atau PT. Nobel Carpets adalah agar Tergugat PT. Universal Carpets and Rugs dinyatakan beritikad tidak baik pada waktu pengajuan permohonan pendaftaran desain industri yang terdaftar dengan No. ID 0 005 420 dengan karpet motif Pilar dan desain industri dengan No. ID 0 005 425. Dan tuntutan agar desain industri No. ID 0 005 420 dengan judul karpet dengan motf Pilar dan desain industri No. ID 0 005 425 dengan judul karpet dengan motif masjid.

Pada Putusan Pengadilan Niaga, Majelis Hakim berpendapat bahwa motif pilar dan motif masjid yang diproduksi PT. Universal Carpets and Rugs atau Tergugat tidak sama dengan karpet Pilar dan Masjid yang diproduksi oleh Penggugat dengan pertimbangan bahwa setelah membandingkan karpet-karpet produk Penggugat dengan karpet produk Tergugat sepintas memang memiliki kemiripan, namun apabila diteliti lebih seksama dari segi bentuk, konfigurasi, komposisi garis dan ornamentasi khas ternyata berbeda, sehingga karpet-karpet produk Tergugat dapat dikatakan memiliki nilai kebaruan atau novelty.

Dalam putusan tersebut Majelis Hakim menimbang bahwa Pasal 10 Undang-Undang Desain Industri menyatakan bahwa hak atas desain industri diberikan atas dasar permohonan. Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, maka perlindungan desain industri hanya diberikan kepada pihak yang telah mengajukan permohonan pendaftaran desain industri. Sesuai dengan ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Desain Industri bahwa pihak yang untuk pertama kali mengajukan permohonan dianggap sebagai pemegang hak desain industri, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya.

Berdasarkan ketentuan pasal di atas, Majelis Hakim berpendapat bahwa secara yuridis PT. Universal Carpets and Rugs atau Tergugatlah sebagai pihak yang pertama kali mengajukan permohonan pendaftaran atas desain industri karpet dengan motif masjid pada Turut Tergugat atau Direktorat Jenderal HaKI. Sehingga secara mutatis mutandis sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Desain Industri.

Dilain pihak, hakim juga memiliki opini bahwa penggugat dalam kesempatannya tidak pernah mengajukan pendaftaran desain industri atas karpet yang diproduksinya, sehingga dapat dinyyatakan bahwa Penggugat tidak berhak menerima perlindungan desain industri untuk karpet yang diproduksinya tersebut. Dalam kasasinya Mahkamah Agung juga berpendapat bahwa Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tersebut telah tepat dan benar.

Nilai kebaruan tidak hanya diklaim atas penampilan keseluruhannya, tetapi juga berdasarkan pada kombinasi elemen-elemen yang pada awalnya telah diketahui. Sesuai dengan Undang-Undang Desain Industri di Indonesia bahwa suatu desain akan mendapatkan perlindungan hukum jika desain tersebut benar-benar baru, dengan kata lain memiliki unsur novelty atau kebaruan.

Kesimpulan

Kriteria kebaruan dalam Undang-Undang Desain Industri di Indonesia tidak jelas. Dalam praktek yang digunakan oleh para hakim, unsur kebaruan dapat dinilai dari kombinasi desain yang telah ada sebelumnya. Dalam hal ini termasuk tambahan bentuk, kompisis garir, warna dan konfigurasi. Dengan kata lain kriteria baru atau novelty tidak hanya ditentukan berdasarkan tanggal penerimaan pendaftaran pertama akan tetapi juga ditentukan tidak adanya pihak lain yang membuktikan ataupun membantah pendaftaran desain industri tersebut. Oleh karena itu dalam desain industri selain dilakukan pemeriksaan administrative dan pemeriksaan substantive. Tujuannya untuk mencegah terjadinya kerugian kepada penerima lisensi desain industri dari pemegang hak desain industri.

Meskipun saat ini banyak kasus tentang desain industri, dinegara kita parameter novelty atau legal tes terhadap unsur kebaruan itu sendiri tidak jelas, hal ini menyebabkan munculnya kesulitan bagi para hakim dalam memutuskan perkara kebaruan dalam desain industri. Dengan begitu alangkah baiknya apabila pemerintah membuat parameter yang jelas mengenai unsure kebaruan dalam desain industri.

Daftar Pustaka

Buku

Brainbridge, David I., 1996, Intellectual Property, Third Edition, Pitman Publishing, London.

Chisum, Donald S. and Jacobs, Michael A., 1992, Understanding Intellectual Property Law, Matthew Bender & Co., Inc, New York.

Djumhana, Muhammad and R. Djubaedillah, 2003, Hak Milik Intelektual: Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Djumhana, Muhammad, 2006, Perkembangan Doktrin dan Teori Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Purba, Achmad Zen Umar, 2005, Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs, Alumni, Bandung

Santoso, Budi Santoso, 2005, Butir-Butir Berserakan tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual (Desain Industri), CV. Mandar Maju, Bandung.

Gautama, Sudargo and Winata, Rizawanto Winata, 2004, Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI); Peraturan Baru Desain Industri, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Kumagai, Ken-ichi, 1999, Introduction to Intellectual Property Rights, Japan Patent Office Asia-Pacific Prperty Center, JII, Kyusyu University, Japan.

Mayana, Ranti Fauza, 2004, Perlindungan Desain Industri di Indonesia; Dalam Era Perdagangan Bebas. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.

Philips, Jeremy, 1999, Introduction to Intellectual Property Law, Third Edition, Butterworth, London.

Saidin, OK., 2003, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sherwood, Robert M., 1990, Intellectual Property and Economic Development, 7617 Leith Place Alexandria, Virginia.

Simanjuntak, Yoan Nursari, 2006, Hak Desain Industri; Sebuah Realitas Hukum dan Sosial, Srikandi, Surabaya.

Jurnal Hukum dan Artikel

Cook, Aaron, 2007, Points of Novelty, Lawman Armor, and the Destruction of Design Patent, 12 J. Tech. L. & Pol’y 103.

Kennel, John R., J.D.; Martin, Lucas, J.D.; Muskus, Thomas, J.D.; Surette, Eric, J.D, 2007, Novelty and Anticipation, Corpus Juris Secundum, 69 C.J.S. Patents § 30, J. Int'l L.

Schelling, Douglas W., 2007, Designs Patents Infringement: Is Your Competitor an Infringer?,. 14 J. Int'l L., Thomson /West, June.

Takenaka, Toshiko, 2002, Rethinking The United States First to Invent Principle from Comparative Law perspective: A Proposal to Restructure Novelty and Priority Provision, 39 Hous. L. Rev. 621, J. Int'l L.

Wang, Shyh-Jen, 2005, The Flow Chart of Design Patent Infringement, 87 J. Pat. & Trademark Off. Soc'y 76.

Undang-Undang

Act No. 31 Year 2000 on Industrial Design

Commercial Court Decision No: 48/DI/2004/PN. Niaga/JKT.PST.

TRIPS

Paris Convention 1967

Act number 30 Year 2000 about National Arbitrage Body

Website

http://en.wikipedia.org/wiki/industrial design

http://www. icsid.org

http://www.wipo.int

www. westlaw.com



[1] Undang-undang No. 31 Tahun 2000, pasal 5 ayat 1 menyatakan “ Perlindungan terhadap hak desain industri diberikan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak Tanggal Penerimaan”.

[2] Ranti Fauza Mayana. Perlindungan Desain Industri di Indonesia; Dalam Era Perdagangan Bebas. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2004, hal. 59.

[3] John R. Kennel, et.al., Novelty and Anticipation, Corpus Juris Secundum, 69 C.J.S. Patents § 30, J. Int'l L., 2007, hal. 37

[4] OK. Saidin. Aspek Hukum Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rigths), Raja Grafindo Perkasa. Jakarta. 2004, hal. 467

[5] David I. Brainbridge, Intellectual Property, Third Edition, Pitman Publishing, London, 1996, hal. 356

[6] Jeremy Philips and Alison Firth, Introduction to Intellectual Property Law, Third Edition, Butterworth, London, 1999,hal. 317

[7] Ibid, hal. 342.

[8] Bryan A. Garner, et, al, Black’s Law Dictionary, Eighth Edition, West Publishing Co, St. Paul, Minh, 2004, hal. 791

[9] http://www.wipo.int, diakses pada September 2, 2007, 14:09.

[10] Muhamad Djumhana dan R. Djubaedilah, op. cit, hal. 220

[11] UU Nomor 14 of 2001 tentang patent art 2 ayat 1

[12] OK. Saidin, op. cit, hal. 477

[13] UU No. 31 year 2000 tentang Desain Industri pasal 25 ayat 1

[14] Muhamad Djumhana dan R. Djubaedilah, op. cit, hal. 135

[15] Achmad Zen Umar Purba, Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs, Alumni, Bandung, 2005, hal. 78

[16] Ibid.

[17] Yoan Nursari Simanjuntak, Hak Desain Industri; Sebuah Realitas Hukum dan Sosial, Srikandi, Surabaya, 2006, hal. 43

[18] Budi Santoso, Butir-Butir Berserakan trntang Hak Atas Kekayaan Intelektual (Desain Industri), CV. Mandar Maju, Bandung, 2005, hal. 91

[19] Ranti Fauza Mayana, op.cit, hal. 48

[20] Muhamad Djumhana dan R. Djubaedilah, op. cit, hal. 220

[21] Shyh-Jen Wang, The Flow Chart of Design Patent Infringement, 87 J. Pat. & Trademark Off. Soc'y 76, 2005, hal. 765

[22] Ibid.

[23] Shyh-Jen Wang, op. cit , hal. 766

[24] Ibid.

[25] Toshiko Takenaka, Rethinking The United States First to Invent Principle from Comparative Law perspective: A Proposal to Restructure Novelty and Priority Provision, 39 Hous. L. Rev. 621, J. Int'l L., 2002, hal. 226

[26] Ibid.

[27] UU No. 31 year 2000 tentang Desain Industri pasal 2 ayat 2

[28] John R. Kennel, J.D.; Lucas Martin, J.D.; Thomas Muskus, J.D.; Eric Surette, J.D, op. cit,hal. 38

[29] Toshiko Takenaka, op. cit , hal. 224

[30] Ibid.

[31] Ibid.

[32] Aaron Cook, Points of Novelty, Lawman Armor, and the Destruction of Design Patents, 12 J. Tech. L. & Pol'y 103, 2007, hal. 110

[33] Ibid.

[34] Ibid.

[35] Ibid.

[36] Ibid.

[37] Arif Syamsudin, Pemeriksaan Substantive atas Permohonan Desain Industri “Desain Industri Sebagai Aset/Modal Intelektual untuk Mendukung Perekonomian Negara”, Bandung 11-12 September 2003, pg. 38: diambi dari Muhamad Djumhana dan R. Djubaedilah, Perkembangan Doktrin dan Teori Perlindungan Desain Industri, Citra Adiya Bakti, Bandung, 2006, hal. 116.

[38] Muhamad Djumhana dan R. Djubaedilah, op. cit, hal. 116

[39] Putusan Perkara Nomor: 48/DI/2004/PN. Niaga/JKT.PST, yang diputus hari Rabu tanggal 15 Desember 2004, diputus dalam rapat Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang terdiri Mulyani sebagai Hakim Ketua Majelis, Agus Subroto, SH, M.Hum dan Sudrajat Dimyati, SH, dan dibantu oleh Matius B. Situru, SH sebagai Panitera Pengganti, serta dihadiri oleh Kuasa Penggugat dan Kuasa Tergugat, tanpa dihadiri Kuasa Turut Tergugat.

"Cahaya"

Cahaya berdiri mematung di beranda atas, memandang jauh. Tiba-tiba disadarinya secercah cahaya menerobos dari pintu kamar Putra. Mungkin dia belum tidur. Air mata kembali membasahi pipi Cahaya. Cepat ia menarik tissue dari kantong celananya dan menyeka hidung dan matanya.

“Cahaya?”

Cahaya terkejut. Putra muncul dengan mata sedikit agak merah.

“Apa?” suara Cahaya terdengar serak.

“Ada apa malam-malam begini menangis?”

Cahaya terperangah. “Aku tidak menangis. Hanya sedikit pilek.”

“Kau kira aku tuli. Ayolah…katakan ada apa? Suara Putra terdengar lelah dan tidak sabar.

“Capek. Aku mau tidur.”

“Kau tidak akan bisa tidur. Ceritakan dulu supaya lega. Ayolah…aku tidak akan mentertawakan kau!”

Ada sesuatu dalam suara Putra yang membuat Cahaya lemah dan ingin mencurahkan segalanya keluar, seperti kalau ia menceritakan sesuatu pada sahabatnya Dewi. Tapi Cahaya tidak ingin menangis di depan Putra. Dalam pelukannya sekalipun. Pria itu menganggapnya tak lebih dari makhluk perempuan kecil yang tidak menarik dan kekanak-kanakan. Itu sama sekali tidak boleh terjadi.

“Tidak usahlah.” Jawab Cahaya, kemudian menambahkan dengan suara gemetar, “terima kasih.”

“Kalau begitu jangan cengeng lagi,” sentak Putra. “Aku tidak ingin tidurku terganggu oleh suara tangis perempuan sepanjang malam.”

Cahaya tidak menjawab. Ia masuk ke dalam kamar dan membanting pintu di depan hidung Putra.

*

Pagi itu Cahaya bangun lebih pagi dari Putra dan mulai dapat menyesuaikan diri dengan keadaan. Ia mulai menyiapkan makanan untuk sarapan pagi.

Di meja makan Putra tampak rapih dan wangi sesudah mandi.

“Bagaimana perasaanmu hari ini?” Tanya Putra. “Masih berminat ke mata air?”

“Ya,” jawab Cahaya singkat. “Tapi kalau kau tak enak badan, aku sendiri bisa mencari jalan kesana. Aku masih ingat jalan kesana.”

“Kenapa tidak?” Putra tampak gusar. “Apa yang akan kau lakukan disana nanti?”

“Aku mau berenang. Tapi sebaiknya kita berangkat setelah Novi datang. Mungkin sebentar lagi dia datang.”

Alis Putra terangkat.

“Kita toh tak mungkin menunggu Novi sepanjang hari. Ada apa sih? Apakah kau ngeri pergi berduaan denganku?”

Cahaya menatap Putra. Pandangan Putra dingin. Cahaya tidak heran Putra pasti tersinggung dengan perkataanya.

Cahaya telah selesai mencuci piring-piring kotor dan membereskan semuanya yang Nampak masih berantakan. Novi belum juga datang. Cahaya tidak melihat Putra, mungkin dia berada di teras depan, membaca novel-novel kesayangannya.

Waktu sarapan tadi, Putra menanyakan berapa lama Cahaya akan berlibur disini.

“Mungkin sebulan penuh….,” jawabnya sembarangan “Kenapa? Kau tak suka?”

“Siapa bilang? Aku toh tak mengatakan begitu. Hanya mungkin kau kecewa karena mama dan Riri pergi liburan ke Jambi. Dan itu semua salahmu sendiri, kenapa datang tak memberi kabar terlebih dahulu…!”

Cahaya mengangguk.

“Ya itu salahku. Tadinya aku mau bikin kejutan. Tak taunya aku sendiri yang terkejut. Tapi biarlah, semuanya sudah terlanjur.”

Cahaya memang tak bisa menolak kenyataan ini. Ketika ia baru sampai dirumah ini dengan maksud liburan, Namborunya dan Riri telah berangkat dua hari sebelumnya ke Jambi. Riri adalah adik Putra satu-satunya, sedangkan amangborunya, ayah Putra dan Riri ada di Australia, sedang belajar disana. Amangborunya ditugaskan untuk sekolah disana oleh kantornya.

Untuk pulang kembali ke Yogyakarta tak mungkin lagi, sebab tak ada yang harus dikerjakan disana. Sedangkan teman-teman kuliahnya sudah pulang ke daerahnya masing-masing mengisi libur yang panjang ini. Bukankah sudah dari jauh hari ia merencanakan akan liburan di Medan dan papanya setuju sekali. Sebab papanya ingin agar Cahaya menenangkan hatinya.

Papa Cahaya kasihan melihat putri satu-satunya yang semakin kurus dan hanya terkubur dalam tangis dan kepedihan yang panjang, karena kematian Awan kekasihnya. Untunglah papanya sering menghiburnya dan mau mengerti perasaan anak satu-satunya itu.” Kalau papa tabah ditinggal mama selama-lamanya kenapa aku tidak?’ batinnya dalam hati. “Aku juga harus sekuat papa. Sayang aku tak sempat merasakan kasih saying mama. Karena mama meninggal ketika aku berumur satu minggu. Dan kini aku harus kehilangan Awan pula. Memang pahit kenyataan ini.”

Cahaya mengambil baju renangnya dan handuk, kemudian memakai kemeja hitamnya dan jeans, menutupi baju renangnya. Tidak lama kemudian mereka sudah dalam perjalanan menutu mata air.

Udara panas dan lembab. Cahaya duduk termangu tertiup angin dari jendela mobil yang terbuka penuh. Matanya menyipit melawan sinar matahari. Pemandangan begitu indah, merah tanah, bayangan pohon-pohon pinus di sekitarnya dan kicauan burung-burung yang terbang di atas ranting-ranting pohon, memberi kesegaran baru di hati Cahaya.

Mereka mengambil jalan lurus, memotong di antara rumput-rumput jarum yang mengering. Jalan itu nampaknya tidak sering lagi dipakai. Sungai itu tampak melengkung.

“Kau juga mau berenang?” tanyanya pada Putra.

“Tidak. Kau boleh berenang sendiri. Aku ingin relax.”

Mata air itu masih seperti dulu. Cahaya lupa akan Putra. Dilucutinya jeans dan kemejanya, kemudian ia lari ke tepi mata air untuk mengintip ke dalam airnya yang jernih, mencari rumput air seperti yang sering dilakukannya bersama Riri ketika masih kecil dulu, waktu ia dan papanya berlibur kemari.

Bebatuan didasarnya mengkilap dan licin, terpantul oleh cahaya matahari. Perlahan Cahaya meluncur dalam air, mencoba untuk tidak mengganggu keindahannya dan mengambang terlentang. Air itu sejuk lembut. Membawa kenangan lama dan nostalgia yang kadang-kadang terasa pedih. Kelembutan dan kesabaran Awan begitu mendalam di hati Cahaya, hingga ia teramat pedih ketika Awan pergi untuk Selama-lamanya, karena suatu kecelakaan lalu lintas, beberapa bulan yang lalu.

Cahaya asyik berenang dan berkhayal, sementara mentari makin tinggi dan membakar kulitnya yang kuning langsat.

Putra lelah berjalan-jalan di tepian sungai, duduk diatas sebuah batu besar berpermukaan datar. Menatap tajam kea rah Cahaya yang mengambang terlentang dan tenang beberapa meter di hadapannya.

Tiba-tiba Cahaya tersentak. Hanya sebagian kecil tubuhnya yang tertutup oleh pakaian renang itu. Ini bukan dunia kanak-kanak lagi. Dan Putra memandangnya seperti itu. Memang Cahaya agak kurus sejak ditinggal Awan. Dadanya berdegup kencang.

Ia berdiri kaku ketika Putra berkata, “Dalam pakaian seperti itu Cahaya, kau bukan kanak-kanak lagi.”

Gelombang hangat memerahi wajah Cahaya. Lalu Putra menambahkan lagi, “Tampaknya kau melamunkan sesuatu, begitu asyik.”

“Ah…hanya mengenang waktu aku disini dulu,” jawab Cahaya agak gugup.

“Oya…? Cuma itu? Atau.. ada yang lain lagi yang kau pikirkan?” Tanya Putra datar.

“Tidak..tidak ada lagi yang lain..”potongnya buru-buru.

“Bohong! Aku tak percaya dengan semua yang kau katakan itu. Pasti masalahnya menyangkut seorang pria, hingga kau tak mau membicarakannya denganku. Ayolah ceritkan semuanya padaku. Jangan sampai aku memaksamu. Dan aku tahu apa yang kau tangiskan malam itu.

“Aku…aku tidak bisa,” Cahaya menjawab lemah tak berdaya.

“Cengeng! Begitu parahkah sampai kau tak mau membicarakannya?” Putra mulai kasar.

Cahaya tidak ingin menceritakan kisah cintanya dengan Awan pada Putra. Tetapi tampaknya Putra ingin tahu sekali. Padahal Cahaya baru saja ingin melupakan kisah cintanya yang teramat sedih. Ia ingin mengubur semua kenangan lama yang pernah dialaminya bersama Awan. Biarlah mimpi-mimpi dan harapan yang dulu ikut terkubur bersama dengan kepergian Awan. Mengapa sekarang harus diungkit-ungkit lagi?

“Baiklah kalau kau memaksaku…,” kata Cahaya pelan dan kepala tertunduk. “ Kekasihku meninggalkanku untuk selamanya…”

“Kenapa?? Apakah dia bermain dengan perempuan lain?!”

“Tidak. Sama sekali tidak.” Cahaya tersinggung dengan perkataan Putra.

“Lantas kenapa?” Tanya Putra setengah mencemooh.

Cahaya menoleh dan marah. “Kau…kau sombong. Kasar. Tidak berperasaan sama sekali!!” Cahaya mulai menangis. “Dengar baik-baik. Dia meninggalkan aku karena kematiannya dua bulan la. Suatu kecelakaan merenggut nyawanya untuk selamanya. Dan itu bukan seperti yang kau tuduhkan tiu!”

Putra tampaknya menyesal dengan kata-katanya yang kasar itu, ketika dilihatnya cahaya mulai menangis.

“Kenapa tidak kau katakan sejak hari-hari yang lalu?”

“Untuk apa? Supaya aku dikasihani? Begitu? Maaf aku tak butuh belas kasihanmu itu…” isak Cahaya di sela tangisnya.

“Ah …sudahlah. Bukan maksudku membuat kau tambah bersedih. Ayolah duduk sini…” Putra bisa juga berkata lembut.

Cahaya tiba-tiba merasa lelah. Mungkin karena luapan emosi, udara panas dan waktu yang dihabiskannya di air.

Cahaya berlari mengambil tumpukan bajunya. Pakaian renangnya telah kering ditubuhnya. Cepat ia mengenakan jeans dan kemeja hitamnya. Ia berpikir mudah-mudahan Novi belum datang. Ia merasa tidak enak pergi berduaan dengan Putra, walaupun Putra adalah saudaranya sendiri. Bagaimana kalau Novi tahu? Lima hari yang lalu Novi memandangnya dengan perasaan cemburu, ketika didapatinya Cahaya tengah ngobrol intim dengan Putra di teras atas.

Cahaya duduk tanpa mengabaikan Putra di sisinya. Terlalu marah untuk dapat menikmati keindahan senja, walaupun sungguh menyakitkan apa yang baru dikatakan Putra padanya.

Cahaya mencuri pandang ke arah Putra, yang sedang sibuk memperhatikan lubang-lubang di jalan yang mereka lalui. Ia segera memutuskan untuk mengembalikan suasana normal dengan percakapan-percakapan ringan dalam mobil.

*

Cahaya memasak sayuran yang diambil dari kebun belakang pagi tadi dan membuat ayam goreng untuk makan malam.

Setelah makan malam, Cahaya mencuci piring-piring kotor. Ia ingin cepat naik ke atas dan tidur setelah semuanya beres. Mengurung diri dalam kamar. Ia tak ingin menjumpai Putra mala mini.

Tapi dalam kamar Riri ia tidak bisa tenang sama sekali. Pikirannya sibuk memikirkan Putra. Laki-laki pemarah, kasar tapi kadang-kadang bisa menjadi penyabar dan lembut. Cahaya heran, amangborunya, namborunya dan Riri adiknya adalah orang-orang penyabar dan periang. Entahlah sifat siapa yang menurun pada Putra, yang kadang-kadang cepat naik darah. Sedangkan ompung mereka yang di Jambi pun tak seperti dia. Putra memang lain sendiri. Ompung mereka paling sayang pada Cahaya dan Riri, karena hanya Cahaya dan Riri cucu perempuan, selebihnya laki-laki semua. Baik anak bapak uda yang di Nias maupun yang ada di Palembang.

Lima tahun belakangan ini jarang sekali bertemu mereka semua. Terakhir kali mereka berkumpul di Jambi, ia kelas dua smp dan Riri satu smp, sedangkan Putra sudah kelas satu sma. Sekarang semuanya begitu cepat berubah. Riri sudah di tingkat satu fakultas ekonomi USU, Rio sudah di tingkat empat fakultas Arsitektur sedangkan ia sendiri tingkat dua fakultas hukum UII. Dan yang terpenting ialah Putra bertambah tampan sekarang.

Dahulu Cahaya sering malu, jika anak-anak ompung dan cucunya berkumpul semua, karena mereka sering mengolok-ngoloknya dengan mengatakan Cahaya adalah pariban Putra. Kalau sudah begitu ia akan merajuk dan bersembunyi di balik punggung papanya. Dan Putra si keras kepalaitu akan tenang-tenang saja, walaupun ia tahu Cahaya sudah malu setengah mati. Pariban sendiri dalam adat Batak berarti jodoh atau gampangnya adalah pacar.

“Ah… apakah aku mulai tertarik padanya?” tanyanya dalam hati. Gelombang hangat menjalari wajahnya. Tapi untuk apa memikirkan semua itu, tak ada gunanya. Dia toh sudah punya kekasih, Novi, yang sering memandang sinis padanya. Di depannya di depan Cahaya Novi hanya membicarakan masalah kuliah dan pelajaran-pelajarannya yang menurutnya dapat dibanggakan. Ia menceritakan koleksi bajunya dan warna-warna kesayangannya dengan cara yang memuakkan. Dan yang penting ia tidak menyukai kehadiran Cahaya di tempat ini.

*

Cahaya berdandan sekusam mungkin. Ia tidak ingin Novi curiga sedetik pun bahwa penampilannya dapat mengundang Putra. Seperti biasanya ia mengenakan jeans hitamdan t-shirt hitam bergaris-garis kecil. Rambutnya yang sebahu diurai lepas tanpa jepit.

Putra sudah menunggu di meja makan. Makan pagi sudah disiapkan Putra untuk mereka berdua. Cahaya sedikit menyesal akan keterlambatannya bangun pagi. Padahal Putra tentu tidur terlambat tadi malam. Wajahnya terlihat agak pucat.

“Kau kurang tidur?” Tanya Cahaya sambil duduk dan menerima sepiring nasi dari tanga Putra.

“Tidak!!” jawabnya sembarangan. “Paling tidak malam tadi aku tidak terganggu oleh tangisanmu.”

Cahaya mengabaikan sindiran itu dan mulai makan dengan tenang. Tapi Putra belum masih belum memakan nasi di piringnya. Ia menatap tajam ke arah Cahaya.

Kepala Cahaya terangkat dan balas menatap Putra.

“Kuharap warna serba hitam itu tidak menandakan sesuatu.”

“Kenapa? Aku suka warna hitam. Itu saja!” jawab Cahaya seadanya.

“Sayang…warna itu sedih.”

Ada getaran halus yang merambat di sepanjang tubuh Cahaya. Tapi Cahaya pura-pura acuh.

“Oh ya? Pokoknya tidak menggangguku dan tidak mengganggumu dank au tak perlu duduk disitu hanya untuk menatapku seharian penuh!” Sambil menunduk Cahaya meneruskan sarapannya. Dan Putra pun mulai menyantap sarapan paginya.

Pagi itu setelah semuanya beres Cahaya merencanakan akan berjalan-jalan di sekitar halaman belakang yang luas. Terpikat oleh keindahan pagi yang ceria, ia ingin menyeberangi halaman belakang menuju ke taman belakang milik Riri.

Sebelumnya ia menjumpai Putra dulu, yang duduk membaca majalah di teras bawah depan.

“Aku mau jalan-jalan,” Cahaya berkata datar, seperti orang yang memberi laporan kepada atasannya.

“Pergilah,” jawabnya acuh. “Hati-hati ular.”

“Ya.”

“Dan jangan lupa untuk menumpahkan semua air matamu di kolam sana,”sindir Putra sambil tertawa ringan.

Cahaya tidak menjawab. Ia berjalan terus tanpa menghiraukan sindiran Putra.

Di sebelah sana sedikit, agak jauh dari kebun mawar, ia membaringkan tubuhnya di antara pohon-pohonan yang teduh. Sambil memikirkan kembali perhatian yang diberikan Putra padanya.

“Ah… laki-laki itu kadang-kadang acuh, kadang jadi seorang pemarah dan keras kepala, tapi di lain waktu ia bisa menjadi seseorang yang penuh perhatian. Apakah perhatian yang ia berikan padaku hanya kebetulan saja, karena aku sepupunya, atau…? Ah…bukankah dia sudah punya Novi yang cukup cantik? Aku ini apalah…

Kemudian ia mencoba untuk tidak berpikir apa-apa sedikit pun. Tidak ada gunanya lagi. Cahaya berbaring sambil menikmati suara unggas pagi dan kicauan burung-burung kecil di sekitarnya. Dan akhirnya tertidur.

Ketika terbangun kembali, matahari sudah agak tinggi.. Entah berapa lama ia tertidur. Dunia sepi dan kosong. Seperti tak berpenghuni.

Cahaya bangkit, berdiri menyilangkan tangan di atas matanya, menghalangi sorot matahari yang menyilaukan matanya.

Sekembalinya dari taman mawar, Cahaya sengaja mengambil jalan putar melewati jalan samping. Tanpa sengaja ia mendengar suara oranf bercakap-cakap. Cahaya menghentikan langkahnya. Ia ingin mengetahui siapa orang ynag bercakap-cakap itu. Ternyata Novi dan Putra. Rupanya sejak ia pergi ke taman tadi Novi telah datang. Terdengar tawa manja dari Novi yang membuat Cahaya merinding. Mereka kelihatan sangat berdekatan. Tangan Putra melingkar mesra di bahu Novi. Dada Cahaya berdegup kencang dan semburat merah menjalari pipinya. “Ah…cenburukah aku..,” bisiknya dalam hati.

Cahaya lalu memutuskan untuk balik lewt pintu belakang. Ia tak ingin kehadirannya mengganggu kebahagiaan orang lain. Di samping ituia tak ingin Novi tambah memusuhinya. Biarlah mereka menikmati kebahagiaannya…

*

Siang itu, ketika Cahaya sedang membuat sup untuk makan siang tiba-tiba Putra masuk dan membanting pintu kencang sekali, hingga membuat Cahaya kaget setengah mati. Lalu tanpa menoleh sedikit pun pada Cahaya ia masuk ke dalam kamarnya.

Tampaknya Putra sedang kesal, sebab terlihat dari matanya yang merah dan wajahnya yang muram.

Cahaya diam saja, sebab ia tak mengerti apa yang sedang terjadi. Memang beberapa hari ini Putra bertingkah laku agak aneh. Belakangan ini ia jarang bicara, ia lebih sering mengurung diri dalam kamar dan pergi diam-diam atau datang dengan tiba-tiba. Dan ia lebih sering pulang malam-malam tanpa setahu Cahaya, entah darimana?

Seleseai masak Cahaya menata meja makan untuk makan siang. Lalu ia mengetuk pintu kamar Putra untuk mengajaknya bersantap siang. Tapi sampai ia kesal sendiri, tak ada jawaban dari kamar itu. Akhirnya ia makan sendiri dengan perasaan kurang bergairah.

Sore menjelang malam, tampaknya udara amat bagus. Angin lembut dan manja menerpa wajah Cahaya dan mempermainkan anak rambutnya. Bintang-bintang di atas sana menambah indajnya malam itu.

Malam semakin larut. Cahay duduk di beranda atas dan pandangannya jatuh ke bawah, menikmati taman kecil dan kolam ikan yang nampaknya indah tertimpa sinar lampu taman.

Sepi sekali. Hanya nyanyian binatang malam yang terdengar. Sedang asyik Cahaya melamun, tahu-tahu Putra telah muncul di belakangnya dan kini berdiri menjajarinya. Sejenak Cahaya terperanjat. Lalu mencoba untuk bersikap biasa lagi.

“Kau melamun lagi…,”sapanya lembut, memecah keheningan malam.

Pipi Cahaya merah padam.

“Aku tidak melamun,” jawab Cahaya pelan, membela diri. Ia merasakan dadanya berdegup dan tangannya gemetar.

“Pembohong kecil!” sentak Putra tiba-tiba.

Cahaya hamper tak percaya dengan pendengarannya. Baru beberapa detik yang lalu ia berkata dengan lemah lembut, tapi beberapa detik kemudian ia telah menyentak Cahaya.

“Aku hanya mau memberi saran padamu,” lanjutnya kemudian.

“Tentang…tentang apa?” Tanya Cahaya setengah gugup.

“Kau piker tentang apa? Tentu saja tentang kisah cintamu!”

“Aku tidak punya kisah cinta,”jawab Cahaya perlahan.

Percakapan gila macam apa ini. Jam sebelas malam. Apa reaksi Novi kalau ia tahu Putra membicarakan masalah cinta dengannya. Cahaya menelan ludah sbelum berkata lambat dan hati-hati.

“Pokoknya kau tidak mau membicarakan masalah tiu.”

“Aku tidak menyruhmu ngomong. Aku yang akan bicara!”

Cahaya diam, menunduk dan sakit hati sekali.

“Dengar gadis kecil,” kata Putra lagi. “Aku tahu kau mencintai seseorang dan orang itu telah tiada. Dan sekarang kau menyiksa terus dirimu karena kematiannya. Tapi itu tak berarti kau harus menggunduli kepalamu dan menyembunyikan kepribadianmu dibalik kemeja hitam dan usang. Masih banyak pria lain, mengapa kau tak mencoba melupakan masa lalu, kemudian mencobanya lagi. Tapi bagaimana akan membawa hasil kalau penampilanmu hanya berselubung kemeja hitam?”

Pipi Cahaya terasa panas.

“Perduli apa dengan penampilanku?” ujar Cahaya dengan dagu terangkat. “Tidak ada orang lain selain kau!”

Alis Putra terangkat. Matanya tersenyum nakal.

“ Dan aku tidak termasuk hitungan?”

“Tentu saja tidak. Kau kan kekasih Novi!”

“Kalau bukan?”

Tangan Cahaya mulai gemetar. Arah penbicaraan mulai melantur. Lebih baik cepat diakhiri, lebih baik.

“Sama saja,” jawab Cahaya meyakinkan. “Aku tidak tertarik pada pria.” Cahaya berdiri dari kursi, isyarat percakapan telah berakhir.

“Betul?” Putra juga berdiri dan menghalangi langkah Cahaya. “Aku tak percaya Cahaya…. Kau gadis sehat dan normal, wajar kalau kau punya hasrat!Lebih baik kau camkan nasihatku. Perlihatkan bahwa dirimu wanita, maka kau akan diperlakukan seperti wanita, bukan gadis kecil yang kekanak-kanakan.

Cahaya merasa tertampar. Lalu ia menyelinap dan berlari meninggalkan Putra. Terdengar langkah kaki Putra mengikutinya. Cahaya berbalik dan berkata dengan berurai airmata, “Aku tak ingin memperlihatkan bahwa diriku wanita kepadamu. Jangan mengira aku butuh nasihatmu!!” Kemudian ia berlari menuju kamar Riri dan membanting pintu kuat-kuat.

Dalam kamar, Cahay Cuma bisa menangis, menumpahkan kekesalan hatinya. Tapi tak urung juga ia heran melihat sikap putra. Tadi siang ia datang dengan wajah murung dan marah-marah, tapi malam ini ia berlagak seperti orang tua yang memberi nasihat pada anak gadisnya. “Dan…aku? Mengapa ada kegembiraan tersendiri dalam hatiku jika aku berduaan dengannya, walaupun selalu diakhiri dengan pertengkaran! Sukakah aku padanya?” tanyanya dalam hati.

*

Idul Adha sudah semakin dekat. Hujan turun terus menerus sepanjang hari. Bau tanah dan udara dingin mewarnai cuaca di bulan Desember ini.

Tadi pagi Cahaya pergi ke pasar, membeli beberapa macam keperluan dan ia belanja lebih banyak dari biasanya. Sebab ia merencanakan akan membuat sedikit kue-kue. Untuk menghilangkan sedikit kesepian di hari itu.

Ia pergi sendiri mengendarai mobil amangborunya, ketika dilihatnya Putra masih tertidur lelap di atas kursi. Tapi sepulangnya dari pasar ia mendapatkan Putra tengah duduk di teras depan membaca Koran dan menikmati secangkir teh hangat. Putra berdiri dengan tangan terlipat di dada dan memperhatikan Cahaya yang sedang sibuk mengeluarkan belanjaan tanpa mengeluarkan sepatah katapun.

Cahaya lama-lama menjadi salah tingkah diperhatikan sedemikian rupa.

“Maaf Putra, aku tidak seijinmu menggunakan mobil. Tadi pagi kulihat kau masih tidur dan kupikir aku akan mendapat sayur-sayur sisa jika terlambat datang ke pasar,” Cahaya mencoba membuka percakapan.

Putra diam tidak menjawab. Ia malah balas menatap wajah Cahaya. Dan ia tidak berusaha menghindar ketika Cahaya memergokinya.

Lalu Cahaya membawa belanjaannya ke dapur dan membereskan satu persatu. Cahaya merasa sukar membuka tali yang mengikat dus pembungkus makanan-makanan kaleng, dan ia mencari pisau untuk memutuskan tali-tali itu. Tapi entah bagaimana mulanya, tahu-tahu pisau itu telah melukai tangannya. Cahaya memekik tertahan. Darah mengucur deras di sela tangannya, merah tua.

Putra yang mendengar pekikan Cahaya, berlari mendapati Cahaya yang tengah menahan pedih. Lalu ia memegang tangan Cahaya sejenak, untuk kemudian berlari mengambil kotak obat.

Menyaksikan darah merah segar yang mengalir di tangannya, Cahaya merasa sekujur tubuhnya lemas tanpa daya.

Dengan cekatan Putra mengobati luka Cahaya dan melilitkan perban diantara jari jemari Cahaya. Mata Cahaya terpejam kesakitan menahan pedihnya luka itu.

Suasana bisu berlangsung diantara mereka, sampai Putra selesai mengobati tangan Cahaya.

“Sakit?” Tanya Putra hati-hati.

Cahaya mengangguk lemah. Tiba-tiba hatinya terasa pedih sekali, entah mengapa. Mungkin ia terbawa emosinya.

Putra menuntun Cahaya ke kamar atas. Tangannya melingkari bahu Cahaya sehingga memberikan rasa aman pada diri Cahaya. Ia melakukan semuanya dengan hati-hati, seolah-olah takut menimbulkan luka baru pada diri Cahaya.

Tapi sampai di depan pintu kamar langkah Cahaya terhenti.

“Tidah usah…Putra. Sampai sini saja. Aku tak apa-apa. Cuma sakit sedikit,” kata Cahaya sambil bersandar pada daun pintu.

Putra diam tak beranjak dari situ. Dipandanginya Cahaya tajam-tajam. “Cahaya…kau cantik sekali!” bisiknya perlahan dan tiba-tiba.

Untuk sesaat Cahaya merasa gemetar dan wajahnya terasa panas.

“Aku senang melihatmu dengan rok seperti ini.”

Kepala Cahaya tertunduk. Malu dan tersipu. Dan tangan Putra yang kokoh itu mengangkat dagu Cahaya perlahan sekali.

Sementara di luar gerimis kecil telah turun lagi dank abut tipis menutupi poho-pohon pinus di sekitarnya. Udara dingin menerobos lewat lubang-lubang jendela.

“Jangan Putra,” bisik Cahaya lemah, ketika Putra ingin mencium pipinya.

“Kenapa?”

“Jangan kau khianati Novi…”

Demi mendengar nama Novi disebut, mendadak tubuh Putra mengejang dan ia mengatupkan mulutnya dengan geram.

“Jangan kau sebut dia lagi, Cahaya!”suaranya hampir seperti nada memerintah.

Cahaya kaget dengan perkataan Putra.

“Kenapa?” kini dia yang balik bertanya.

“Kami putus!”

“Apa?” Kalian telah putus?” Tanya Cahaya hati-hati.

“Ya!”

Ada sedikit kegembiraan terbersit dalam hati Cahaya mendengar hal itu. Tapi ia cepat-cepat menepiskan perasaannya itu dan memaki dirinya, betapa egoisnya. Harusnya aku tak boleh begitu, bisiknya dalam hati. Untunglah ia dapat menyembunyikan perasaannya.

Lalu tanpa berkata apa-apa lagi Rio pergi meninggalkan Cahaya yang masih terpaku dalam kebisuan dan kebingungannya.

*

Sudah dua malam ini Putra tidak pulang ke rumah. Sebenarnya Cahaya merasa takut dan kesal dengan keadaan seperti ini. Tinggal dalam sebuah rumah besar di pinggir hutan kecil, seorang diri dalam kesepian dan Putra tak pernah memberi tahu kemana ia pergi.

Kemarin ketika ia pergi belanja, di pasar dan toko-toko ia menyaksikan betapa meriahnya orang-orang menyambut datangnya hari Idul Adha. Lagu-lagu rohani diputar disana –sini. Baju-baju muslim dan perlengkapan ibadah yang tampak begitu indah dan menarik dipajang dibeberapa etalase toko yang membuat orang tergiur untuk membelinya.

Entah mengapa tanpa alasan yang jelas Cahaya ingin membeli sesuatu. Ia membeli sebuah sarung dan baju koko untuk papanya. Juga Cahaya membeli sebuah kemeja biru dongker yang manis untuk hadiah Putra, tak mengerti ia ingin melakukan ini meski bukan Idul Fitri. Bahkan di Idul Fitri-pun ia jarang memberikan sesuatu kepada Putra.

Idul Adha tinggal sehari lagi dan semua orang di seluruh penjuru negeri akan sibuk merayakannnya dan tentu saja mempersiapkan hewan-hewan kurban yang akan disembelih di masjid keesokan harinya.

“Ah… setahun yang lalu aku masih merayakan Idul Fitri dan Idul Adha seperti esok bersama Awan dan papa. Tapi kini seorang kawanpun aku tak punya…,” keluhnya tertahan. Papa pasti akan merayakannya bersama teman-teman dan para tetangga disana. Sedangkan aku…aku? Aku harus merayakan sendirian bahkan solat Ied-pun aku berangkat sendiri. Menyedihkan sekali.

Malam gerimis turun. Rintik-rintik dan dingin. Suara takbir berkumandang hingga terdengar sampai rumah itu. Cahaya sedang merapihkan dan membersihkan ruangan, hanya untuk mengisi kekosongan dan kesepian belakanya. Ingin ia pergi takbiran ke masjid. Tapi mengingat begitu jauh masjid dari rumah amangborunya, ia jadi mengurungkan niatnya. Kue-kue buatannya walaupun ia tak tahu siapa yang akan memakannya nanti, dipajang di dalam buffet berkaca dan ia mengisi vas bunga dengan bunga-bunga baru yang masih segar, yang dipetiknya dari taman sore tadi sebelum hujan turun.

Disini walaupun tanpa wangi sedap malam ia merasa bahagia dapat memetik mawar merah, putih dan kuning dan menghiasnya dengan cantik dalam vas yang mungil. Cahaya memperhatikan lagi hasil kerjanya, sementara malam semakin larut. Setelah semuanya selesai, Cahaya mengisi kesunyian malam dengan membaca-baca novel milik Putra. Sayup-sayup takbir masih terdengar jua, menambah ketentraman hatinya. Lantas setelah ia merasa jenuh ia menutup novel yang dibacanya dan duduk merenung.

Kakinya melangkah ke arah jendela. Disibakkan tirai jendela. Terlihatlah titik-titik air yang menempel pada kaca jendela. Di luar langit hitam kelam tanpa bintang.

Tiba-tiba ia rindu untuk memainkan lagu kesukaannya. Ia membalikkan tubuhnya dan berjalan menuju organ. Dengan penuh sentimental ia dimainkannya lagu unintended yang dinyanyikan oleh Muse.

You could be my unintended…

Choice to live my life extended

You could be the one I always love…

Tak berapa lama setelah memainkan lagu itu, Cahaya merasa itu hanya membangkitkan kepedihan hatinya saja, maka ditinggalkannya organ itu. Dan ia naik ke atas, ke kamarnya.

Ia berbaring dan menatap langit-langit rumah dengan sebuah renungan dan tanda Tanya. “Kemanakah Putra? Mengapa sudah tiga hari ini ia tak pulang?”

Lalu Cahaya membayangkan tentang diri Putra. Tubuhnya yang tegap, dan tangannya yang kokoh sehingga aku merasa aman dan terlindung dalam rengkuhannya. Dan mata itu. Begitu tenang tapi sinis dan tajam. Serta bibirnya yang tipis dan berbentuk bagus, walaupun kadang-kadang dipakai untuk mencemooh. “Oh…Ya Allah mengapakah aku ini?”

Tiba-tiba Cahaya ingat kado untuk Putra. Oh dimanakah kado itu? “Oya tadi kuletakkan di meja dekat televisi di bawah sana.

Lalu tanpa sadar ia telah turun lagi untuk membuktikan bahwa kado itu benar-benar ada disitu. Ia meraih kado itu sejenak, dan meletakkan kembali ke tempat semula.

Mata Cahaya terpaku pada sebuah buku yang terletak bisu di atas organ. Buku milik Riri. Seketika itu juga timbul hasratnya untuk menuliis sebait puisi, mencurahkan isi hatinya. Ia menumpahkan segenap perasaannya lewat tulisan-tulisan di atas kertas itu.

.......

Gerimis hatiku

Yang turun di bukitmu

Mengapa tak bisa mengusir sepimu?

Hei

Tahukah kau

Aku ingin punya mata seperti punyamu

Bolehkah?

Lelaki yang datang malam-malam

Pergi diam-diam

Entah mengapa dia begitu berarti

Dia pergi bawa sekeping hatiku

Tanpa dia tahu

Di malam suci nanti

Aku ingin melihatmu tersenyum

Dibawah sayup-sayup takbir

Yang bergaung di sekitar rumahmu

Malam nanti

Obor-obor kecil akan menyapamu

Merah, kuning nan semarak

Ingin kugenggam buat pengisi sepiku

Bolehkah?

Ku ingin malaikat-malaikat

Sejenak turut bergembira bersamamu

Seperti anganmu selalu

Dan aku akan mendengarnya

Lewat lubang-lubang angin jendela kamarku

Bila kau berdoa di malam suci ini

Tolong bawakan namaku

Bahwa kau mengingatku malam ini

Walau kita jauh, katakan: aku mencintainya

Tiba-tiba aku ingat salju putih

Seputih itukah hatimu malam nanti?

Hari ini Idul Adha. Cahaya bangun pagi-pagi sekali jam 4. Setelah solat Subuh ia mandi dan mulai berdandan sedikit. Dan bersegera menuju lapangan dengan mobil amangborunya untuk solat Id. Ia berangkat seorang diri tanpa seorang temanpun, termasuk juga Putra.

Ia mengenakan baju lengan panjang dan rok panjangnya yang paling cantik. Memberi sedikit lipstick di atas bibirnya yang tipis dan mungil dan memerahi sedikit pipinya agar terlihat lebih segar. Merayakan hari suci ini seorang diri juga merupakan kenikmatan yang tersendiri pula.

Cahaya tidak menyadari betapa anggunnya ia pagi ini. Rambutnya dibiarkan terurai lepas tanpa ikatan dan jepit. Ia merasa beruntung karena hari ini tidak hujan.”Inilah karunia Allah, “Pikirnya, sehingga ia dapat berangkat dengan hari yang bahagia, penuh sukacita.

Tiba di lapangan, solat hampir dimulai. Cahaya melihat betapa bahagia orang-orang disekitarnya. Setelah selesai solat mereka bersalam-salaman satu sama lain. Tak terkecuali Cahaya, walaupun tak saling mengenal disalaminya juga.

Sepulang dari solat Id, tampak jeep CJ-7 yang biasanya dipakai Putra parker di tengah halaman. Dada Cahaya berdegup kencang. Dan sayup-sayup terdengar lembut dentingan organ, pertanda seseorang sedang memainkannya. “Putrakah yang memainkannya?” Tanya Cahaya dalam hati.

Cahaya membuka pintu dengan hati-hati sekali, takut mengganggu permainan yang bagus itu. Tapi tak urung permainan itu terhenti, ketika Putra menyadari Cahaya ada disitu. Suasana menjadi hening dan mencekam.

Cahaya berdiri mematung di dekat pintu dan Putra terpaku memandang Cahaya seolah tak percaya. Putra menatap tajam kea rah Cahaya dari ujung kaki ke ujung rambut.

Cahaya menjadi malu ditatap seperti itu, ia diam menunduk tak tahu harus berbuat apa. Akhirnya suasana kaku itu pecah juga dengan terdengarnya suara Putra.

“Cahaya untuk siapakah inii?” Tanya Putra sambil meraih sehelai kertas disisi organ.

Cahaya terpekik demi melihat kertas itu. Kaget dan malu. “Kertas pusi itu? Ya Allah? Betapa memalukan… mengapa aku tak ingat untuk menyimpannya atau membuangnya semalam..,”makinya kesal pada diri sendiri. Tapi bukankah tadi malam tak ada Putra? Dan ia tak menyangka Putra pulang hari ini.

Lalu dengan berlari ia merebut kertas puisi itu dari tangan Putra. Tapi apa daya Putra lebih tinggi darinya, sia-sia ia menggapai. Lalu dengan perasaan malu dan sedih ia berlari keatas, masuk ke kamar dan menghempaskan tubuhnya di atas pembarinan serta menumpahkan air matanya di atas bantal.

Tak lama kemudian terdengar Putra mengetuk-ngetuk pintu kamarnya tapi Cahaya sudah tak peduli lagi.

“Maafkan aku Cahaya..,”suara Putra terdengar menyesal. Ia berdiri di sisi pembaringan,

Cahay terus menangis. Tubuhnya terguncang lunak menahan isak tangisnya. Lalu Putra duduk di tepi pembaringan dan meraih tubuh Cahaya, perlahan sekali. Mata Cahay tampak merah dan sembab. Cahaya menghapus sisa-sisa air mata disitu. Dengan penuh kasih dipeluknya Cahaya di dadanya dan Putra menyibakkan anak rambut yang menutupi wajah Cahaya.

“Kau mau memaafkan aku?” Tanya Putra berbisik.

Cahaya mengangguk.

Lalu dibimbingnya Cahaya turun kebawah dan direngkuhnya bahu Cahaya.

“Cahaya tahukah kau? Betapa aku merindukan dirimu siang dan malam. Alangkah sulitnya berjuang melawan cinta. Aku mencoba melupakan dirimu, dari hari kehari. Tiga hari aku pergi karena tak kuasa menghadapi engkau tanpa cinta. Setiap kali aku memandangmu setiap kali pula aku tak kuasa menolak rasa cinta yang ada dalam hatiku. Cinta itu tumbuh tiba-tiba sejak kedatanganmu. Itu kuakui. Memang kau terlau suci untuk kucintai…dan…”

Cahaya menutup mulut Putra dengan tangannya.

“Jangan teruskan..,”bisiknya pelan.

“Kenapa?”

“Karena aku tak ingin mendengarnya.”

“Baiklah kalau begitu. Tapi maukah kau meluluskan permintaanku,” pinta Putra dengan suara manja dan memohon.

“Apa itu?”

“Katakanlah, aku mencintaimu. Aku ingin mendengarnya dari mulutmu.”

Wajah Cahaya terasa panas dan memerah mendengar permintaan Putra. Lalu Cahaya mengangkat wajahnya dan membisikkan kata-kata itu di telinga Putra.

Alangkah indah Idul Adha tahun ini. Dua anak manusia telah berdamai kembali. Lalu Cahaya ingat olok-olok keluarga besar mereka bahwa Putra adalah paribannya, dan ia pun tersenyum. Ternyata mereka menang. Aku kalah… ya aku kalah!Bisiknya dalam hati.